Wamenhan Singgung Modernisasi TNI dengan Pembelian Pesawat MRTT Airbus A330
JAKARTA -- Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Letjen (Purn) M Herindra memberikan paparan mengenai pertahanan udara yang tangguh untuk mengamankan wilayah udara nasional. "Program pembangunan kekuatan udara kita menempatkan modernisasi alutsista sebagai prioritas utama, memahami bahwa keberlanjutan operasional adalah kunci dalam pemeliharaan armada udara," ucap Herindra saat menghadiri Rapim TNI AU di Puri Ardya Garini Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (29/2/2024).
Herindra juga menegaskan, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tidak hanya memperbaharui dan menambah jumlah pesawat tempur untuk memenuhi kebutuhan pertahanan saat ini, melainkan juga meningkatkan kemampuan pendukung. Caranya, dengan melakukan pengadaan pesawat multi role tanker transport (MRTT) untuk mendukung operasi penerbangan jarak jauh.
Adapun pesawat MRTT yang dibeli Kemenhan untuk memperkuat TNI AU adalah Airbus A330. Dikutip dari laman Kemenhan, kontrak efektif dengan Airbus juga mencapuk pembelian helikopter antikapal selam (AKS), helikopter angkut kelas berat H225M, serta pesawat kargo A-400 M, yang pembeliannya disertai instrumen pendukung dan suku cadang.
Di samping itu, kata Herindra, peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi fokus paralel untuk menjamin bahwa keterampilan dan keahlian kru serta operator tetap terdepan dalam teknologi dan strategi militer terkini. Adapun Herindra datang didampingi Kepala Baranahan Kemenhan Marsda Yusuf Jauhari.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo pun berterima kasih dan memberikan penghargaan tertinggi kepada seluruh jajaran TNI AU yang telah melakukan pengabdian terbaik bagi bangsa dan negara. Menurut dia, Rapim TNI AU 2024 menekankan seluruh perwira TNI AU bahwa pertahanan udara yang tangguh sebagai komponen penting menjaga kedaulatan negara.
"Sebagaimana disampaikan Presiden Republik Indonesia pada Rapim TNI-Polri kemarin, bahwa saat ini kita menghadapi tantangan global yang sangat kompleks, diwarnai dengan geopolitik dunia yang sulit dikalkulasi, kelangkaan pangan akibat perubahan iklim, hingga berdampak pada negara-negara maju yang berpotensi jatuh ke dalam jurang resesi," kata ucap Fadjar.