Home > Nasional

Menko Polhukam: Menguatnya Rivalitas China dan AS di Laut China Selatan

Menurut Hadi Tjahjanto, perlu kehati-hatian dalam menangani konflik dan menyikapi dinamika situasi yang berkembang.
Menko Polhukam Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto.
Menko Polhukam Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto.

JAKARTA -- Pemerintah Republik Indonesia (RI) tidak menginginkan Kawasan Laut China Selatan menjadi ajang proyeksi kekuatan negara major powers dan episentrum konflik dunia. Sebaliknya, Indonesia harus mampu mengubah Laut China Selatan menjadi sea of peace.

Menko Polhukam Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto menyampaikan, Indonesia wajib menjalankan mandat Pembukaan UUD 1945 Alinea 4, untuk ikut melaksanakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Karena itu, Indonesia harus terlibat aktif dalam perdamaian dunia, khususnya di Laut China Selatan.

"Kita harus terus menyerukan agar semua pihak menahan diri dari aksi yang dapat memicu insiden, menjaga status quo, serta menggunakan cara-cara nonkekerasan dan perundingan damai yang berdasarkan norma hukum internasional, utamanya UNCLOS 1982," kata Hadi saat menjadi webinar bertema 'Menjaga Kedaulatan dan Mencari Kawan di Laut China Selatan' yang diadakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) di Jakarta pada Selasa (19/3/2024).

Menurut Hadi, sengketa wilayah di Laut China Selatan menjadi semakin kompleks dengan menguatnya rivalitas geopolitik negara adidaya di kawasan. Hal itu terlihat dari terlibatnya Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat China yang saling unjuk gigi di kawasan Laut China Selatan, yang sebagian wilayahnya masuk Laut Natuna Utara.

Dia menyebut, sikap China yang semakin asertif, bahkan agresif, di Laut China Selatan diikuti oleh peningkatan kehadiran militer asing, utamanya AS dan sekutunya. Amerika Serikat juga membangun kekuatan aliansi, yaitu AUKUS dan QUAD, untuk membendung pengaruh China di kawasan. Menurut eks panglima TNI tersebut, AS ingin menegaskan agar prinsip freedom of navigation tetap berlaku di Laut China Selatan.

Dalam merespons permasalahan Laut China Selatan di bidang pertahanan dan keamanan, kata Hadi, pemerintah RI telah menguatkan keamanan Laut Natuna Utara melalui kecukupan alat utama sistem senjata (alutsista) serta peningkatan sarana dan prasarana satuan terintegrasi TNI. Selain itu, hubungan yang erat antaranggota ASEAN juga menjadi penting untuk mengatasi masalah tersebut.

"Salah satu kunci dialog dengan RRT (China) adalah melalui ASEAN. Indonesia, sebagai natural leader di ASEAN adalah motor penggerak di ASEAN yang selalu menghasilkan terobosan. Oleh karena itu, kita perlu memperkuat soliditas dan sentralitas ASEAN serta membangun posisi bersama ASEAN untuk isu Laut China Selatan," jelas Hadi.

Dia menyampaikan, perlu kehati-hatian dalam menangani konflik dan menyikapi dinamika situasi yang berkembang. Salah perhitungan akan membawa pada situasi konflik yang akan merugikan bersama, khususnya Indonesia.

"RRT (China) merupakan mitra komprehensif strategis bagi Indonesia dan ASEAN, yang memiliki peran sentral dalam perdamaian dan stabilitas kawasan, dan penting untuk terus kita engage di semua lini, baik melalui dialog dan kerjasama praktis di Laut China Selatan," kata Hadi.

× Image