Dubes: Pembentukan Aliansi RI di Luar ASEAN tidak Mungkin
JAKARTA -- Dubes RI untuk Filipina Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo menyampaikan, kesadaran masyarakat Indonesia terhadap masalah kedaulatan negara sudah cukup baik. Hanya saja, memang perlu dirumuskan dulu apa yang dimaksudkan dengan kedaulatan tersebut apakah ancaman fisik nyata berupa wilayah atau ancaman berupa kebijakan politik atau ekonomi. Karena hal itu akan berpengaruh pada cara masyarakat dalam melihat kedaulatan tersebut.
Menurut dia, ancaman kedaulatan dipahami masyarakat yang diteliti dalam survei adalah masalah luar negeri. Sehingga, ancaman kedaulatan itu punya makna tunggal yaitu ancaman dari luar negeri.
"Hal itu semakin menegaskan bahwa ancaman kedaulatan memang berasal dari luar negeri," kata Agus dalam webinar bertema 'Menjaga Kedaulatan dan Mencari Kawan di Laut China Selatan di Jakarta, Selasa (19/3/2024). Menurut dia, ancaman jarang dari dalam negeri karena pemerintah punya sistem hukum hingga mudah menegakkan kalau ada pelanggaran.
Adapun jika ancaman dari luar negeri seperti di Laut China Selatan meski Indonesia mengatakan ada UNCLOS atau Indonesia punya hak berdaulat dan kedaulatan tapi jika negara yang dihadapi bersikeras tidak mau mengakui maka diperlukan upaya lain untuk mencapai kepentingan nasional. Menurut Agus, jika masalah Laut China Selatan sampai meningkat statusnya menjadi konflik, hal itu tidak akan menguntungkan siapa pun.
Pasalnya, Indonesia harus terus mencari cara lain yang lebih baik dan disepakati bersama melalui diplomasi. "Diplomasi atau negoisasi tidak bisa diselesaikan dalam waktu satu pekan atau satu bulan, tapi itu bisa berjalan dalam jangka waktu yang lama. Artinya diplomasi harus terus jalan sampai dicapai titik temu bersama," jelas Agus.
Dia sepakat, ASEAN bisa menjadi tumpuan kerja sama bagi Indonesia untuk mengatasi konflik di kawasan tersebut. Karena ASEAN memang merupakan fokus dari kebijakan luar negeri Indonesia. "Pembentukan aliansi di luar ASEAN, misal dengan AS, Rusia, China, dan lainnya, tidak mungkin tidak disadari implikasinya. Kalau kita beraliansi dengan negara adidaya, berarti kita sudah berpihak ke salah satu blok," jelas eks gubernur Lemhannas tersebut. Padahal Indonesia memiliki kebijakan politik luar negeri bebas aktif.
Kepala Bakamla RI Laksdya Irvansyah yang hadir sebagai peserta menjelaskan, dalam kondisi damai bisa saja Bakamla dimajukan dalam menangani masalah di Laut China Selatan. Tentu saja, Bakamla tetap perlu di-back up TNI AL dalam patroli menghadapi gangguan atau ancaman di Laut China Selatan atau Laut Natuna Utara.
Hal itu lantaran pelanggaran yang terjadi di Laut China Selatan lebih banyak karena pencurian ikan yang dilakukan negara Vietnam. Pun kapal coast guard China yang masuk ke wilayah Perairan Natuna Utara. Karena itu, Irvansyah mendorong agar coast guard negara ASEAN bisa lebih intensif dalam menjalin kerja sama dalam mengatasi konflik di Laut China Selatan.