Home > Nasional

Video Gubernur DIY Sebut Sultan HB IX, Soedirman, dan Soeharto Terkait SU 1 Maret 1949

Tiga tokoh di balik Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah Sultan Hamengku Buwono IX, Jenderal Soedirman, dan Letkol Soeharto.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.

JAKARTA -- Beredar video pidato Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X terkait sejarah Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam pidatonya, Sri Sultan menyinggung tentang tiga sosok di balik Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 yang berhasil menduduki ibu kota negara Yogyakarta selama enam jam, yang kala itu dikuasai militer Belanda.

"Sepanjang Desember 1948 hingga Februari 1949, terjadi serangan terus-terusan terhadap pos-pos Belanda oleh gerilyawan TNI. Adanya perlawanan sporadis, pada akhirnya melahirkan gagasan untuk melakukan serangan umum yang lebih besar dari segala penjuru. Sultan HB IX mengirim surat kepada Panglima Soedirman dan menganjurkan agar mengadakan serangan guna merebut Yogyakarta dari tangan Belanda," kata Sri Sultan dikutip di Jakarta, Ahad (6/3/2022).

Menurut dia, gagasan yang disampaikan ayahnya itu diterima dengan baik. Namun, lantaran Panglima Besar Jenderal Soedirman sedang menempuh perang gerilya keluar masuk hutan yang sekarang masuk perbatasan Provisin DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, ia pun menyarankan Sultan HB IX berkonsultasi dengan Letkol Soeharto. Adapun Soeharto yang menguasai wilayah teritorial Yogyakarta dan sekitarnya merupakan orang kepercayaan Jenderal Soedirman.

"Panglima Soedirman menyetujui saran Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan meminta Sri Sultan untuk berkoordinasi dengan Letnan Kolonel Soeharto sebagai komandan Brigade 10/Wehrkreise III. Tak lama, Sri Sultan dan Letkol Soeharto melakukan pertemuan dan keduanya sepakat untuk melakukan Serangan Umum 1 Maret 1949 pada pukul 06.00 WIB," kata Sultan HB X.

Menurut dia, serangan besar-besaran itu sukses besar membuat malu militer Belanda. Hal itu juga semakin meneguhkan eksistensi Republik Indonesia dalam diplomasi internasional di sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Dan memang benar terjadi. Sesaat setelah sirine tanda selesainya jam malam meraung-rauang di senatero Yogyakarta suara tembakan serentak terdengar di mana-mana. Untuk pertama kalinya sejak Kota Yogya jatuh ke tangan Belanda, pasukan TNI berhasil memasuki wilayah kota," kata Sultan HB X.

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang ditandatangani Presiden Jokowi di Jakarta pada 24 Februari 2022 menjadi kontroversi lantaran mencantumkan Sukarno-Hatta sebagai penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949. Padahal, sejak 19 Desember 1948, Sukarno-Hatta ditangkap Belanda, dan diasingkan. Pada 6 Juli 1949, Sukarno-Hatta yang ditangkap Belanda, baru kembali ke Yogyakarta.

Dari sini, terlihat sama sekali tidak ada kaitan langsung yang dilakukan Sukarno-Hatta dalam SU 1 Maret 1949. Bahkan, penguasa Pemimpin Darurat Republik Indonesia (PDRI) merangkap menteri pertahanan Syafruddin (Sjafroeddin) Prawiranegara juga tidak terlibat. Karena itu, publik menggugat pencatatan sejarah sesuka penguasa tersebut.

"Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," demikian bunyi Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

× Image