Home > Nasional

Pemilih Bodoh: Di Antara Coblos Prabowo dan Dukung Rusia, Benarkah?

Sudah jelas mengapa kebanyakan orang Indonesia memihak Rusia.
Mencoblos Anies-Muhaimin di kotak suara.
Mencoblos Anies-Muhaimin di kotak suara.

Oleh Rahmat Budi Harto*

Keep it simple stupid!

Seorang rekan yang alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) mengeluhkan kenapa kebanyakan orang Indonesia membela Rusia dalam konflik Rusia-Ukraina. Padahal, sudah jelas-jelas Rusia melanggar prinsip kedaulatan negara.

Lihat saja video-video postingan akun media tertentu di YouTube yang hampir semuanya menceritakan kemenangan Rusia di pertempuran Ukraina, ditonton banyak orang. Bahkan sejumlah video ditonton jutaan orang dengan hampir semua komentarnya pro-Rusia.

Saya cuman bilang gini: Orang-orang awam itu mikirnya sederhana. Mereka melihat ini konflik sebetulnya antara AS versus Rusia. Mirip ketika Perang Teluk I tahun 1990-1991, ketika banyak orang Indonesia mendukung Saddam Hussein yang jelas-jelas salah karena menginvasi Kuwait.

Kalau begini, sudah jelas mengapa kebanyakan orang Indonesia memihak Rusia. Karena itu, duta besar Ukraina di Jakarta gak akan pernah berhasil mengambil simpati rakyat Indonesia, walau beliau jungkir balik di Bundaran Hotel Indonesia (HI) sekali pun. Bahkan walau seluruh dosen dan pakar hubungan internasional kampus-kampus besar, terutama UI mendukung Ukraina.

Nah, lalu apa hubungan isu perang ini dengan judul di atas?

Begini. Saat pemilihan presiden kemarin, sejumlah pihak di media sosial, termasuk aktivis, mempertanyakan alasan orang memilih pasangan calon 02 yang rekam jejaknya mereka pertanyakan dan kualitasnya jauh di bawah pasangan calon 01 dan 03, misalnya. Salah satunya dalam hal mengartikulasikan gagasan. Terlihat di sepanjang debat capres-cawapres, Prabowo Subianto tampak seperti samsak yang dihajar kiri dan kanan dan hanya bisa membalas seadanya.

Lalu, muncul semacam kampanye di media sosial yang menyebut pendukung Prabowo hanyalah orang-orang bodoh dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah. Salah satu asumsinya adalah, program yang ditawarkan pasangan calon lain jauh lebih bagus daripada pasangan calon 02. Selain itu, daftar kelemahan Prabowo sangat panjang.

Saya cuma bilang gini: Prabowo itu sudah kadung populer. Banyak orang melihat Prabowo memiliki citra sebagai orang kuat dan tegas, berkat latar belakang militernya. Selain itu, dia berasal dari keluarga bangsawan Jawa terpandang.

Jadi, para pemilih itu mikirnya juga sederhana. Orang yang tampak kuat, memiliki pengalaman memimpin (di militer), dan berasal dari keluarga terpandang sepertinya pantas untuk menjadi pemimpin negeri ini.

Selain itu, orang banyak sudah tahu apa saja kelemahan Prabowo, dari kasus dugaan pelanggaran HAM sampai sifatnya yang cenderung temperamental. Dan, para pemilih Prabowo sejak 2014, yang mencapai lebih dari 40 persen pemilih itu sudah memakluminya. Makanya, kampanye negatif terhadap Prabowo itu gak akan mempan.

Saya sampai setengah bercanda saya bilang kepada teman, bahwa dari tiga capres itu hanya Prabowo yang seluruh kejelekannya diketahui oleh banyak orang, baik yang terkait dengan peran publik maupun ranah pribadinya. Saat ini, Tuhan masih menutupi kejelekan dua capres lainnya.

Dan, tentu saja endorsement dari Presiden Jokowi juga sangat menentukan pilpres hanya satu putaran. Alasan pendukung Jokowi yang kemudian mengalihkan dukungan ke Prabowo juga cukup simpel: Mereka puas dengan kinerja Jokowi dan ingin itu dilanjutkan ke Prabowo, yang didukung Jokowi, dan kebetulan cawapresnya adalah Gibran.

Tapi, sebentar. Apakah betul pemilih Prabowo adalah orang-orang bodoh yang tak mau melihat kelemahan besar Prabowo dan menimbang kualitas pasangan calon lain?

Menyebut 58 persen pemilih sebagai kelompok bodoh tentu sangat berlebihan. Survei calon pemilih yang dilakukan sejumlah pihak termasuk media besar juga menunjukkan bahwa tingkat ekonomi dan pendidikan tidak terlalu berhubungan dengan preferensi terhadap capres di Pilpres 2024 ini.

Kebetulan alumni kampus saya punya WhatsApp Group khusus untuk membahas soalan di luar ranah per-alumnian, termasuk soalan politik. Dan, mereka memang terpecah antara kubu 01 (yang sangat vokal menyerang dan bersemangat karena hasil survei terus naik), kubu 02 (yang defensif dan hobinya ngenyek karena sangat yakin menang berdasarkan survei-survei), dan kubu 03 (yang tampak pasif dan pasrah karena hasil survei selalu jeblok sejak akhir 2023).

Tentu saja mereka semua tidak hanya terpelajar, tapi juga sangat cerdas dan berwawasan luas. Ada yang lulusan luar negeri, ada yang jadi dosen, engineer, periset, birokrat, ada pula yang jadi pengusaha, dan sudah banyak keliling Indonesia.

Saya akan menyarikan sejumlah alasan mengapa sebagian kaum terpelajar di atas memilih 02:

1. Pemimpin kuat

Pembangunan di negara berkembang membutuhkan pemimpin yang kuat dan berani. Membangun negara berkembang tidak akan bisa memuaskan semua pihak. Pembangunan berarti juga dampak negatifnya, termasuk penggusuran dan dampak lingkungannya. Anda harus tega untuk membangun sama dengan menggusur.

Menurut mereka, hanya Prabowo yang memenuhi kriteria ini karena dia sekaligus ketua partai, dan mungkin masih memiliki kapital yang besar untuk mengamankan dukungan politik untuk pemerintahannya. Syarat krusial untuk menjamin program pembangunan berjalan lancar.

Sedangkan paslon 01 tidak memiliki partai dan paslon 03 adalah kader partai. Keduanya akan mudah disetir oleh para pemimpin partai pendukungnya.

2. Perimbangan geopolitik

Prabowo dinilai memiliki koneksi yang kuat di dunia internasional, terutama di Barat. Namun, dia sudah lama diketahui punya kritik keras kepada Barat dan masih punya pandangan positif terhadap China. Dalam hal ini, Prabowo dianggap paling pas untuk membawa Indonesia bermain di antara kekuatan AS dan China yang sedang berseteru memperebutkan tahta adidaya. Bagaimana Indonesia membawa diri ini penting mengingat Asia Psifik akan menjadi hot spot dari persaingan dua kekuatan besar itu.

Sementara, paslon lain belum memiliki kejelasan sikap. Bahkan ada kecurigaan salah satu paslon didukung atau punya sikap sangat favorable terhadap Barat (baca AS).

3. Melanjutkan Jokowi

Nah, ini mantra paling ampuh yang telah membantu Prabowo memastikan kemenangan mutlaknya di pilpres ini. Menurut survei, Jokowi memiliki approval rate sekitar 70-80 persen dalam lima tahun terakhir, angka yang sangat tinggi menurut standar negara-negara demokrasi.

Para pemilih terdidik itu puas dengan infrastructure drive yang dijalankan Jokowi selama dua periode ini, tentu dengan segala kelamahan di sana sini. Mereka memuji keberanian Jokowi menjalankan proyek infrastruktur besar yang dianggap agak utopis, macam MRT di Jakarta dan yang terkini tentu saja Whoosh.

Banyak alumni kampus saya itu ternyata menjadi salah satu penumpang awal Whoosh dan sejak saat itu mereka menjadikannya wahana utama untuk bepergian Jakarta-Bandung. Sampai kini kalau naik Whoosh mereka selalu pamer fotonya ke WAG.

Nah, sebetulnya ini bisa dikembalikan juga ke konflik Rusia versus Ukraina. Mereka yang pro-Rusia bukan hanya orang awam. Lagi-lagi, WAG alumni saya itu juga sering jadi ajang debat antara pro-Rusia dan Ukraina.

Begini, secara hukum internasional Rusia jelas salah telah menginvasi negara berdaulat yang menjadi tetangganya itu. Nah, lalu apa alasan sebagian kalangan terpelajar Indonesia mendukung Rusia?

Kalau WAG alumni saya bisa dijadikan sampel, kira-kira saripati alasan kenapa sebagian kalangan terpelajar mendukung Rusia sebetulnya hanya satu, tapi sangat fundamental:

"Multipolaritas"

Seperti kalangan awam yang menilai konflik Rusia vs Ukraina sejatinya adalah pertarungan antara Rusia vs AS, kalangan awam ini juga menilai NATO sendiri yang telah memprovokasi Rusia dengan mencoba memperluas keanggotaannya ke Timur. Kalangan terpejalar ini meyakini bahwa gong konflik sudah dimulai sejak Revolusi Maidan 2014 yang kemudian diikuti pemberontakan warga Ukraina pro-Rusia di wilayah timur negeri itu, Donbas dan Luhansk.

Karena itulah, para pembelajar hubungan Internasional pun tidak semuanya, meskipun sebagian besar, mendukung Ukraina. Mereka yang memilih mazhab realis, dengan salah satu rujukan utamanya pakar geopolitik AS John Mearsheimer, kemungkinan tidak akan sepenuhnya pro-Ukraina.

Kalangan terpelajar Indonesia meyakini bahwa multipolaritas lebih baik daripada unipolaritas ketika AS (bersama Eropa Barat) menjadi satu-satunya kekuatan adidaya yang bisa menentukan bagaimana Bumi berputar. Rusia, dan China yang sedang menjadi aspiring super power, dinilai bisa menjadi penyeimbang AS.

AS dinilai sebagai superpower yang sedang dalam masa keruntuhan pengaruhnya di dunia (declining), yang akan berbuat apa saja termasuk menumbalkan rakyat Ukraina, demi mempertahankan posisi puncak sebagai penguasa dunia. Isu Ukraina hanya dimanfaatkan untuk memperlemah Rusia baik dalam hal ekonomi (melalui sanksi embargo) dan militer (dengan berperang melawan Ukraina) sehingga kemudian negeri itu diharapkan bisa dipecah-pecah. Sebetulnya, sasaran utama AS adalah menghantam China.

Jika Rusia bisa dilemahkan dan dikooptasi, maka China akan coba dikurung dari Barat dan Timur (Pasifik), selain dari Selatan (via India). Karena itu, seperti halnya kelemahan besar Prabowo yang diabaikan pemilihnya, aspek legal formal kedaulatan negara adalah isu kecil dalam konflik Rusia-Ukraina di mata kalangan ini.

Lalu, apa pilihan saya dalam pilpres kemarin, dan tentu saja bagaimana pandangan saya terhadap konflik Rusia dan China.

Saya adalah orang yang selalu berusaha memandang segala isu dari sudut pandang yang luas, istilahnya the big picture. Karena itu saya akan banyak mengabaikan isu-isu kecil yang bagi sebagian orang mungkin dianggap sangat penting (kedaulatan negara misalnya).

Dengan demikian, Anda tentu bisa menebak bagaimana posisi saya di kedua isu politik dalam negeri dan geopolitik tersebut.

Tapi, mohon maaf Ferguso, tebakan Anda keliru. Kemarin saya tidak nyoblos 02. Saya manut saja pada istri saya untuk nyoblosin pilihan dia. Sampai-sampai saya fotoin dan videokan adegan saya mencoblos paslon pilihan istri saya. Ya, itu tidak masalah.

Seperti kata teman saya, yang penting rumah tangga adem. Soal coblosan pilpres bukan masalah fundamental, gak perlu diseriusin.

Selamat kepada Pak Prabowo sebagai presiden terpilih 2024-2028. Juga kepada calon wakil rakyat yang hari ini oleh KPU dinyatakan terpilih mewakili rakyat.

Bagi Pak Anies Baswedan. Semoga Anda tetap bisa menemukan jalan untuk kembali ke panggung kepemimpinan nasional di 2029 dan semesta bisa menyediakan lingkungan sosial politik yang lebih kondusif.

Buat Pak Ganjar. Saya gak mau komentar banyak. Leren dulu Pak dari politik. Ngadem saja dulu di Sleman.

Buat rakyat Ukraina. Simpati saya kepada Anda semua. Jauhi konflik. Hindari wajib militer. Selamatkan diri dan keluargamu. Itu lebih penting dari kepentingan geopolitik. Tinggalkan negaramu. Nikmati Bali. Semoga Pemerintah RI bijak memperlakukan warga Ukraina di Indonesia.

*Penulis lulusan Universitas Pertahanan (Unhan)

× Image