Home > Mancanegara

Jerman Blokir Penjualan Jet Tempur Eurofighter Typhoon ke Turki

Penjualan jet Typhoon harus mendapat ersetujuan bulat dari semua anggota konsorsium Eurofighter, termasuk Inggris, Italia, dan Spanyol.
Jet Eurofighter. Sumber: German Air Force (Luftwaffe)
Jet Eurofighter. Sumber: German Air Force (Luftwaffe)

BERLIN -- Pemerintah Jerman telah menghentikan rencana penjualan jet tempur Eurofighter Typhoon ke Turki. Merek beralasan meningkatnya kekhawatiran atas perkembangan politik terkini, terutama penangkapan Wali Kota Istanbul Ekrem İmamoğlu.

Keputusan tersebut dilaporkan oleh Handelsblatt pada 17 April 2025, dengan mengutip "beberapa sumber yang mengetahui pertimbangan internal rahasia pemerintah." Penangkapan Umamoglu yang merupakan oposisi Presiden Recep Tayyip Erdogan memicu kekhawatiran internasional.

Pada 19 Maret 2025, Imamoglu, ditangkap atas tuduhan korupsi dan dugaan hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Penahanannya terjadi beberapa hari sebelum ia diharapkan dicalonkan sebagai kandidat Partai Rakyat Republik (CHP) untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) Turki 2028. Penangkapan tersebut memicu protes yang meluas di seluruh Turki, dengan para kritikus menyebutnya sebagai langkah yang bermotif politik untuk menekan perbedaan pendapat.

Pemerintah Jerman memandang penangkapan İmamoglu sebagai "serangan terhadap demokrasi Turki," yang mendorong penilaian ulang penjualan senjata ke Turki. Akibatnya, Berlin mencabut otorisasi ekspor jet tempur Typhoon, sebuah keputusan yang memerlukan persetujuan bulat dari semua anggota konsorsium Eurofighter, termasuk Inggris, Italia, dan Spanyol.

Turki telah berunding untuk memperoleh sekitar 40 jet Eurofighter Typhoon. Pengadaan itu merupakan bagian dari strategi Turki yang lebih luas untuk memodernisasi angkatan udaranya, terutama setelah dikeluarkan dari program jet tempur F-35 oleh Amerika Serikat (AS) pada 2019 karena pembelian sistem rudal S-400 dari Rusia.

Veto Jerman tidak hanya menghambat rencana Turki untuk meningkatkan kemampuan udaranya, tetapi juga menyoroti tantangan yang dihadapi Ankara dalam menyeimbangkan kebutuhan pertahanannya dengan hubungan geopolitiknya. Saat Jerman bersiap menghadapi kemungkinan perubahan kepemimpinan, dengan Friedrich Merz dari Partai Demokrat Kristen yang diharapkan akan membentuk pemerintahan koalisi berikutnya, masa depan perjanjian pertahanan dengan Turki masih belum pasti.

× Image