Pesawat Pengebom Rusia Hancur, NATO dan China Jadi Kekuatan Baru

MOSKOW -- Gelombang serangan drone Ukraina ke empat pangkalan militer Rusia pada Ahad (1/6/2025), semakin mengikis kemampuan serangan nuklir jarak jauh Rusia, yang memberikan pukulan telak bagi armada penerbangan strategis Kremlin. Kerusakan tersebut, dikombinasikan dengan pesawat yang menua dan modernisasi yang tertunda, telah mengubah persamaan keamanan yang lebih luas di Eropa dan Asia.
Puluhan pesawat pengebom strategis Rusia, terutama pesawat Tu-95 dan Tu-22M3, dilaporkan telah hancur atau tidak dapat dioperasikan. Sementara beberapa kerugian berasal dari serangan pesawat nirawak Ukraina yang presisi, yang lainnya disebabkan oleh kerusakan fisik rangka pesawat yang telah menjalani layanan panjang dengan perbaikan minimal.
Penurunan kemampuan operasional tersebut lebih dari sekadar kemunduran taktis. Hal itu membentuk ulang lanskap strategis, mengurangi ancaman nuklir langsung terhadap NATO dan menggeser keseimbangan kekuatan di Asia. Dengan lebih sedikit platform aktif untuk mengirimkan serangan nuklir jarak jauh, postur pencegahan Rusia kini berada di bawah tekanan.
Defence Blog melaporkan pada Selasa (2/6/2025), bagi NATO, perkembangan tersebut memberi ruang bernapas. Jumlah target berprioritas tinggi dalam skenario pertukaran nuklir potensial telah turun secara substansial, membebaskan sumber daya dan berpotensi meningkatkan kesiapan di seluruh Eropa.
Di Asia, China berpeluang menang. Berkurangnya persenjataan jarak jauh Moskow mempersempit kesenjangan antara Beijing dan mitra utaranya, yang secara efektif menciptakan paritas kasar dalam platform pengiriman nuklir. Analis berpendapat bahwa, dalam konfrontasi langsung hipotetis, Rusia sekarang akan berjuang untuk menunjukkan keunggulan kualitatif atau kuantitatif yang pernah dimilikinya.
Kremlin belum secara resmi mengakui sejauh mana kerugian ini, tetapi infrastruktur militer Rusia telah menunjukkan ketegangan yang nyata. Masalah yang sedang berlangsung dengan program rudal balistik yang diluncurkan dari Kapal Selam Bulava-yang masih belum lengkap dan terganggu oleh kesalahan teknis-hanya memperburuk situasi.
Korupsi, penundaan produksi, dan kerusakan fisik pada platform yang sudah berusia puluhan tahun semuanya berkontribusi pada apa yang tampak sebagai erosi bertahap kemampuan pengiriman nuklir Rusia. Sementara Rusia mempertahankan persediaan hulu ledak dan rudal darat yang besar, hilangnya pembom strategis mempersempit pilihannya dalam krisis.
Negeri Beruang Merah tersebut tidak lagi menampilkan dirinya sebagai kekuatan nuklir yang tak tertandingi, dan baik NATO maupun China menyesuaikan postur mereka sesuai dengan itu. Ukraina mengeklaim, menghancurkan 40 pesawat strategis, termasuk Tu-95 dan Tu-22M3 senilai 7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 114 triliun.