Pimpinan MPR Resmi Bersihkan Nama Soeharto dari Tudingan KKN
JAKARTA -- Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan di dalam Sidang Paripurna MPR RI Akhir Masa Jabatan 2019-2024, pimpinan MPR RI menyatakan Ketetapan MPR Nomor XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), khususnya pada ketentuan Pasal 4 yang secara eksplisit menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto, dinyatakan sudah dilaksanakan tanpa mencabut Ketetapan MPR tersebut maupun mengurangi makna yang termaktub secara umum dalam Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998. Karena, MPR pascaamandemen keempat tidak lagi memiliki kewenangan membuat atau mencabut TAP.
"Pimpinan MPR bersepakat terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, secara diri pribadi Bapak Haji Muhammad Soeharto, dinyatakan telah selesai dilaksanakan. Hal ini juga tercermin dari adanya pandangan akhir fraksi dan kelompok DPD RI, serta telah disampaikan di dalam Sidang Paripurna MPR RI Akhir Masa Jabatan 2019-2024 pada tanggal 25 September 2024," ujar Bamsoet dalam Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Keluarga Besar (Alm) Presiden RI ke-2 Soeharto di Gedung Parlemen, Jakarta Senayan, Sabtu (28/9/24).
Acara itu juga dihadiri Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ahmad Muzani, Jazilul Fawaid, Sjarifuddin Hasan, Hidayat Nur Wahid, dan Fadel Muhammad. Kemudian, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR Idris Laena, Siti Hardiyanti Hastuti (Mbak Tutuk), Siti Hediati Hariyadi (Titik Soeharto), Menkumham Supratman Andi Agtas, Sekjen DPP Partai Golkar Sarmuji, Waketum Partai Golkar Adies Kadir, Muhammad Hatta, serta tokoh senior Golkar Theo L Sambuaga.
Bamsoet menjelaskan, sebelumnya pimpinan MPR telah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar MPR, Nomor PP.022/FPG/MPRRI/IX/2024. Pada prinsipnya, Fraksi Partai Gokar MPR menyampaikan, Ketetapan MPR Nomor XI/ MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, khususnya pada ketentuan Pasal 4 yang secara explisit menyebutkan nama Mantan Presiden Soeharto, agar dinyatakan sudah dilaksanakan.
Merujuk pada Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dikelompokkan ke dalam kategori Ketetapan MPR yang dinyatakan “tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang”.
"Selanjutnya pada Pasal 4 angka 2 Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003, keberlakuannya dipertegas dengan rumusan 'sampai terlaksananya seluruh ketentuan dalam Ketetapan tersebut'. Artinya, pemberlakuan ketentuan Pasal 4 Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 yang secara eksplisit menyebutkan nama mantan Presiden Soeharto, tolok ukur pemberlakuannya adalah implementasi dari ketentuan pada Pasal 4 tersebut," kata Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, dari serangkaian fakta hukum yang mengemuka, akhirnya bermuara pada hadirnya kepastian hukum bagi mantan Presiden Soeharto. Antara lain, dengan terbitnya Surat Ketetapan Perintah Penghentian Penuntutan (SKP3) pada 2006 oleh Kejaksaan Agung, sesuai ketentuan pPasal 140 ayat (1) KUHAP, dan terbitnya Keputusan Mahkamah Agung nomor 140 PK/Pdt/2015, serta dengan telah berpulangnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008.
"Dengan mempertimbangkan berbagai fakta hukum di atas, penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 dinyatakan telah selesai dilaksanakan. Pimpinan MPR juga berpandangan sebagai sebuah bangsa yang besar, kita mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan setiap permasalahan bangsa dengan penuh kearifan dan melihat jauh ke depan, demi kepentingan anak cucu kita di masa yang akan datang. Jangan ada lagi dendam sejarah yang diwariskan pada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu, apalagi terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu," jelas Bamsoet.