Jakarta-Pyongyang Mesra, Seoul Kekhawatiran Masa Depan Jet KF-21

SEOUL -- Keterlibatan diplomatik Indonesia yang diperbarui dengan Korea Utara (Korut) telah menimbulkan kekhawatiran di Seoul atas kemungkinan pelanggaran teknologi sensitif terkait jet temput KF-21. Indonesia terlibat dalam pengembangan jet tempur Boramai bersama Korea Selatan (Korsel).
Dikutip dari Koreatimes pada Sabtu (18/10/2025), para pejabat Korsel menegaskan, data KF-21 dilindungi berdasarkan perjanjian kerahasiaan yang ada dengan Jakarta. Namun, para kritikus menyoroti rekam jejak Indonesia dalam proyek bersama tersebut, termasuk penundaan pembayaran dan skandal kebocoran, yang telah merusak kredibilitasnya.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Sugiono pada awal bulan ini bertemu dengan Menlu Korut Choe Son-hui di Pyongyang. Hal itu menandai kunjungan pertama diplomat tinggi Jakarta ke Pyongyang sejak 2013. Pertemuan tersebut bertepatan dengan parade militer pada 10 Oktober 2025, dalam rangka merayakan ulang tahun ke-80 Partai Buruh Korea.
Dalam kunjungan tersebut, kedua negara memperbarui nota kesepahaman yang menetapkan mekanisme konsultasi bilateral, yang bertujuan memperluas kerja sama di berbagai sektor politik, sosial budaya, teknis, dan olahraga. Detail pertukaran teknis tidak diungkapkan, tetapi para pengamat di Seoul telah menyatakan kekhawatiran mengingat status Indonesia sebagai salah satu mitra pertahanan utama Korsel.
Boramae, proyek jet tempur generasi 4,5 yang diluncurkan bersama pada 2015, dijadwalkan selesai pada 2026. Namun, penundaan pembayaran yang berulang dilakukan Indonesiatelah mempersulit kemitraan tersebut.
Jakarta awalnya setuju untuk mendanai sekitar 20 persen dari proyek tersebut, senilai 8,1 triliun won (5,9 miliar dolar AS), dengan imbalan 48 jet IF-X, varian pesawat tempur Indonesia, yang akan diproduksi melalui transfer teknologi. Setelah penundaan pembayaran yang berulang, kedua belah pihak akhirnya sepakat pada Juni 2025, untuk mengurangi kontribusi Indonesia menjadi hanya 600 miliar won, sekitar sepertiga dari jumlah awal, beserta tingkat transfer teknologi yang lebih rendah.
Kepercayaan semakin terguncang tahun lalu ketika para insinyur Indonesia di Korea Aerospace Industries (KAI) tertangkap basah mencoba mengeluarkan flash drive USB yang berisi data rahasia KF-21 dari fasilitas produksi. Setelah penyelidikan berbulan-bulan, jaksa membebaskan lima insinyur Indonesia dari tuntutan pidana pada Juni lalu.
Para pengamat telah menyerukan langkah-langkah pencegahan menyusul hubungan diplomatik yang kembali terjalin antara Indonesia dan Korut, yang telah lama berupaya memperoleh teknologi pertahanan Korsel. Polisi mengatakan pada tahun lalu, tiga kelompok peretas Korut menyusup ke sekitar 10 perusahaan pertahanan domestik selama periode 18 bulan dalam upaya terkoordinasi untuk mencuri informasi militer.
"Indonesia telah lama memiliki kelemahan dalam mengelola informasi sensitif, dan masalah struktural ini telah menyebabkan beberapa gangguan dalam proyek KF-21," kata Yang Uk, seorang pakar militer dan peneliti di Asan Institute for Policy Studies.
Dia menunjukkan bahwa pemerintah Korsel juga tidak memiliki sistem untuk mengelola teknologi sensitif secara ketat selama kerja samanya dengan Indonesia, sehingga meningkatkan risiko kebocoran lebih lanjut. Beberapa analis mencatat bahwa kekhawatiran atas keamanan teknologi meluas ke luar Korsel, karena teknologi AS juga disebut-sebut terlibat dalam program KF-21.
Meskipun sebagian besar sistem inti pesawat dikembangkan di dalam negeri, mesin F414-nya dibuat di bawah lisensi dari perusahaan AS, GE Aerospace. Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) menepis kekhawatiran tersebut, dengan mengatakan bahwa teknologi KF-21 tetap dilindungi berdasarkan perjanjian kerahasiaan dengan Indonesia.
"Kami tidak yakin teknologi KF-21 akan bocor. Kami secara ketat membatasi akses transfer teknologi hanya kepada pihak yang disetujui."