Ternyata Aturan PPN Jadi 12 Persen Disahkan Wakil Ketua DPR Cak Imin
JAKARTA -- Pemerintah secara resmi menaikkan skema pajak multi tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari semula 10 persen pada 2021 menjadi 12 persen pada 2025. Banyak pihak yang marah-marah dengan kebijakan pemerintah tersebut, khususnya dari kalangan 'oposisi' dan bukan pendukung pasangan capres dan cawapres nomor urut 2.
Bahkan, warganet di lini masa X mengaitkan jika kenaikan PPN itu merupakan imbas kemenangan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Akhirnya, pendukung pasangan nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan-Abdul Muhaimin Iskandar maupun pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD menyindir jika kenaikan pajak merupakan hadiah karena masyarakat memilih pasangan Prabowo-Gibran.
Namun, ternyata aturan tersebut disahkan oleh DPR dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin pada Kamis (7/10/2021). "Saya menanyakan kepada setiap fraksi, seluruh fraksi yang ada, apakah RUU tentang Harmonisasi Surat Perpajakan dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Muhaimin dalam rapat raripurna DPR RI ke-7 tahun sidang 2021-2022 sambil ketok palu ketika para hadirin menyampaikan sikap setuju.
Alhasil, Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) disahkan dalam sidang paripurna. Regulasi itu kemudian diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera resmi berlaku.
UU HPP mengatur sejumlah aturan baru sebagai upaya pemerintah mereformasi sistem perpajakan, meliputi pajak pertambahan nilai, pajak penghasilan orang pribadi, PPH Badan Pengampunan Pajak hingga Penghapusan Tarif Pajak Minimum untuk Perusahaan Merugi. Untuk PPN, pemerintah menaikkan tarif dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 dan pada Januari 2025 berubah di angka 12 persen.
Sebanyak delapan dari sembilan fraksi yang berada di DPR RI menyetujui RUU HPP untuk diundangkan. Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP sepakat agar RUU HPP disahkan. Sedangkan Fraksi PKS DPR satu-satunya yang menyampaian penolakan RUU tersebut disahkan sebagaimana yang sudah disampaikan saat pembicaraan di tingkat komisi.
Sebelumnya, RUU tersebut sudah dibahas di Komisi XI DPR RI bersama pemerintah serta dalam rapat panja. Beleid baru itu otomatis menggantikan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Dolfie melaporkan bahwa UU tentang pajak yang baru ini terdiri dari sembilan BAB dan 19 pasal. Secara garis besar terdapat beberapa pengaturan seperti penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak orang pribadi.