Beijing Minta Manila tak Provokasi Terkait Ren'ai Jiao di Laut China Selatan
BEIJING -- Pemerintah China mendesak Filipina untuk segera berhenti melanggar kedaulatan negaranya dan provokasinya terhadap Ren'ai Jiao di Laut China Selatan. Beijing mendesak Manila untuk kembali menaati semangat Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Cina Selatan (DOC).
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China, Wang Wenbin menyampaikan pernyataan tersebut menanggapi sikap yang dibuat oleh Departemen Pertahanan Nasional Filipina pada 29 Maret 2024 dan pernyataan Asisten Dirjen Dewan Keamanan Nasional Filipina Jonathan Malaya pada 30 Maret 2024, oleh mengenai masalah Laut Cina Selatan.
Wang menunjukkan, Nansha Qundao, termasuk Ren'ai Jiao, selalu menjadi wilayah China. Cakupan wilayah Filipina ditentukan oleh beberapa perjanjian internasional,. Sedangkan Nansha Qundao China terletak di luar batas wilayah Filipina.
Wang menuduh, Filipina berusaha menyembunyikan fakta bahwa mereka telah mengingkari janjinya kepada China, melanggar kedaulatan negaranya, dan terus memprovokasi China. "Hal ini adalah satu-satunya penjelasan yang masuk akal atas serangkaian tuduhan palsu Filipina terhadap China," kata Wang di Beijing dilaporkan Xinhua, Senin (1/4/2024).
Dia mengatakan, kebenaran mengenai masalah Ren'ai Jiao adalah bahwa Filipina menarik kembali kata-katanya. "Mereka membuat janji serius untuk menarik kapal perangnya yang dilarang terbang, namun 25 tahun kemudian, kapal Filipina itu masih ada di sana."
Wang menyebut, Filipina melanggar kesepahaman antara kedua belah pihak dalam menangani situasi di Ren'ai Jiao dengan benar. Filipina berjanji tidak akan memperkuat kapal perangnya yang dilarang terbang dan akan memberi tahu China terlebih dahulu mengenai rencana pasokan ulang. Namun, menurut Wang, Filipina menolak menepati janjinya dan berusaha mengirim bahan bangunan untuk perbaikan besar-besaran dan penguatan kapal perang tersebut agar dapat menduduki Ren'ai Jiao secara permanen.
Wang menyebut, Filipina juga telah melanggar DOC yang ditandatangani bersama oleh China dan negara anggota ASEAN. Karena Ren'ai Jiao tidak berpenghuni, menurut Pasal 5 DOC, Para Pihak harus mempertahankan statusnya agar tidak menampung personel dan fasilitas. Namun, baru-baru ini, Juru Bicara Militer Filipina secara terbuka berjanji akan membangun bangunan permanen di wilayah Ren'ai Jiao.
Wang juga menunjukkan, Filipina juga telah berulang kali mengirim orang untuk menginjakkan kaki di Tiexian Jiao China dan pulau-pulau tak berpenghuni lainnya serta terumbu karang milik China di Laut Cina Selatan. Wang menilai, hal itu sangat melanggar prinsip-prinsip DOC.
"Filipina, yang didukung oleh kekuatan eksternal, telah menarik kembali kata-katanya dan melakukan provokasi. Ini adalah penyebab sebenarnya dari ketegangan di laut saat ini," kata Wang menekankan bahwa tidak ada yang bisa menyembunyikan kebenaran, dan tidak ada seorang pun yang boleh menjadi hitam. menjadi putih.
Sebelumnya, kapal Penjaga Pantai Filipina (PCG) mengalami kerusakan pada Selasa (5/3/2024) akibat bertabrakan dengan kapal Penjaga Pantai China saat menyalurkan pasokan logistik untuk personelnya di Laut Cina Selatan. Kedua negara masih berselisih paham terkait sengketa wilayah di Laut China Selatan.
Pemerintah China menggunakan Ren'ai Jiao sebagai Pulau Beting Thomas Kedua yang masuk ugusan Pulau Spratly. Selama ini, wilayah itu juga diklaim masuk wilayah Filipina. Alhasil, muncul insiden ketika dua kapal dari dua negara tersebut bertemu di perairan yang disengketakan.