Home > Pertahanan

Mengenal Editha Praditya, Peraih Gelar Doktor Bidang Intelijen Pertahanan

Menurut Editha, kedudukan BIN dalam struktur pemerintahan saat ini berpotensi outlier dan rentan digunakan oleh kekuatan tertentu.
Dosen Unhan, Dr Editha Praditya.
Dosen Unhan, Dr Editha Praditya.

BOGOR -- Universitas Pertahanan (Unhan) RI menggelar sidang promosi terbuka Doktoral Ilmu Pertahanan, Editha Praditya di Kampus Unhan RI, IPSC Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Pada sidang promosi terbuka, Editha Praditya menyampaikan materi tentang 'Kebijakan dan Manajemen Intelijen Pertahanan Negara Pasca Reformasi: Human Intelligence (Humint) Indonesia 2002-2022'.

Adapun promotor sidang promosi doktor adalah Mayjen (Purn) Prof Syamsul Maarif, co-promotor I Brigjen (Purn) Prof Yusuf Ali, dan co-promotor II Herlina Juni Risma Saragih. Sementara Prof Mohamad Nasir dan Riant Nugroho hadir sebagai penguji eksternal dalam sidang doktoral tersebut.

Editha diketahui merupakan istri dari Mayjen Rui Fernando Guedes Palmeiras Duarte. Adapun Rui adalah orang kepercayaan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang menjabat Warek Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unhan. Selain itu, Rui juga merangkap Pelaksana Tugas (Plt) Karo TU dan Protokol Setjen Kemenhan. Sedangkan Edhita sekarang juga berstatus dosen Unhan.

Kembali ke topik, kajian yang dipaparkan Editha diklaim sebagai analisis ilmiah pertama di dunia tentang manajemen intelijen pertahanan. Melalui paparan disertasi yang dipertahankan, Editha bisa mempertahankan argumennya hingga berhak menyandang gelar doktor.

Dikutip dari laman resmi Unhan, Editha pun mengungkapkan pokok pemikiran terkait kebijakan dan manajemen intelijen manusia, dengan menuangkan novelty atau kebaruan dalam tesisnya. Pertama, kajian kebijakan dan manajemen intelijen manusia 2002-2022 melampaui lima era pemerintahan dan tiga masa kepresidenan Republik Indonesia.

Baik Presiden Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Joko Widodo (Jokowi), berfokus kepada humint, termasuk perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang intelijen pertahanan dan keamanan nasional. Semuanya bertujuan untuk memberikan rekomendasi yang lebih relevan dan jelas pada komunitas intelijen (intelligence community/IC) di Indonesia serta bagaimana mengatur strategi intelijen pertahanan masa depan yang berfokus pada kekuatan intelijen manusia.

Kedua, pengembangan sistem manajemen humint atau kecerdasan manusia yang dibangun dari temuan instrumen humint, dengan diciptakannya teori baru atau the new territorial intelligence (khas Indonesia) oleh peneliti berdasarkan hasil sintesis dari pemikiran Gentry (2010) dan pemikiran Steele, R.D. (2002) tentang The New Craft of Intelligence: Achieving Asymmetric Advantage in the Face of Non-Traditional Threats.

Pemikiran baru dari Editha hadir untuk memperkuat kinerja manajemen humint pada masa depan. Kebaruan tersebut juga melengkapi, beberapa penelitian sebelumnya terkait dengan humint dan model manajemen intelijen di berbagai negara serta dapat memperluas pemahaman terhadap topik penelitian yang relevan.

Ketiga, pemikiran peneliti dalam membangun model kebijakan manajemen humint masa depan berkontribusi praktis dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan berkenaan dengan:

a) Peneliti memberikan argumentasi teoritis kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI terhadap kejelasan nomenklatur dan penyebutan Bainstrahan yang ada saat ini adalah 'Badan Instalasi Strategis Pertahanan' menjadi 'Badan Intelijen Strategis Pertahanan'.

b) Peneliti mengusulkan kedudukan Badan Intelijen Nasional (BIN) secara struktur koordinasi kebijakan di pemerintahan ke depan harus mengadaptasi manajemen matriks. Pasalnya, kedudukan BIN dalam struktur pemerintahan saat ini berpotensi outlier dan rentan digunakan oleh kekuatan-kekuatan tertentu.

c) Peneliti memberikan sumbangsih kebijakan praktis dalam membangun model humint hibrid (the new territorial of intelligence) yang mengandalkan kekuatan manusia dari sisi analog dan digital, untuk sistem kelembagaan intelijen Indonesia ke depan secara profesional dan teritorial.

d) Peneliti merekomendasikan supaya komunitas Intelijen perlu membangun kolaborasi yang efektif dalam menciptakan stabilitas keamanan nasional dengan mengembangkan humint khas Indonesia.

× Image