Home > Mancanegara

Perkembangan Jet KF-21 Boramae dan Keterlambatan Pembayaran Indonesia

Indonesia harusnya berkontribusi sebesar 1,3 miliar dolar AS dari total 8,8 miliar AS, namun baru membayar kurang dari setengah bagiannya.
Jet tempur KF-21 Boramae. Sumber: KAI
Jet tempur KF-21 Boramae. Sumber: KAI

SEOUL -- Dalam perubahan mengejutkan di dunia penerbangan militer, prototipe kelima jet tempur canggih KF-21 Boramae, yang awalnya dijadwalkan dikirim ke Indonesia, malah menuju ketidakpasian. Menurut @fly_chan97, yang mengaku sebagai mantan fotografer Angkatan Udara Korea Selatan (Korsel) melalui unggahannya di X pada 31 Maret 2025, keputusan tersebut berasal dari keterlambatan pembayaran Indonesia kepada Korsel.

Padahal proyek KF-21 Boramae semula akan digunakan untuk memperkuat angkatan udara kedua negara. Perkembangan terkini memicu pertanyaan tentang masa depan kolaborasi pertahanan internasional jet generasi 4,5 tersebut.

KF-21 Boramae, jet tempur ramping bermesin ganda yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan antara pesawat generasi keempat dan kelima, merupakan lompatan berani Korsel ke dalam teknologi militer dalam negeri. Diluncurkan di kantor pusat Korea Aerospace Industries, Ltd (KAI) di Sacheon, Korsel pada April 2021, jet tersebut melakukan penerbangan pertamanya pada Juli 2022.

Hal itu menandai tonggak sejarah bagi negeri Ginseng yang secara historis bergantung pada perangkat keras Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Dikembangkan melalui kemitraan dengan Indonesia sejak 2010, program itu bertujuan untuk menghasilkan pesawat tempur multiperan yang hemat biaya, yang mampu menggantikan armada yang sudah tua, seperti F-4 Phantom dan F-5 Tiger milik Korsel sekaligus menawarkan Indonesia alternatif modern untuk Sukhoi Su-27 dan 30 dan F-16 AS yang lebih tua.

Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia berjanji untuk menanggung 20 persen dari biaya pengembangan sebesar 1,3 miliar dolar AS dari total 8,8 miliar AS, dengan imbalan pengetahuan teknologi, hak produksi, dan prototipe untuk pengujiannya sendiri. Namun, hingga awal 2025, Jakarta baru membayar kurang dari setengah bagiannya, sehingga prototipe kelima, yang dikenal sebagai KF-21 005, tetap berada di tangan Korsel.

Hal itu ternyata bukan sekadar kisah tagihan yang belum dibayar. Mempertahankan prototipe kelima telah memberi Korsel keuntungan yang tak terduga. Dengan keenam prototipe yang direncanakan, empat model kursi tunggal dan dua kursi ganda, sekarang berada di bawah kendalinya, KAI telah meningkatkan program pengujiannya.

× Image